Senin, 04 Juni 2012

Konsep Keseimbangan Alam Ala Nusantara


Surau Lubuk Bauk
SIMBOL SIMBIOSIS HARMONIS NUSANTARA


Batusangkar, Sumatera Barat

Surau yang berdiri di abad ke-20, yang dilestarikan menjadi situs budaya sampai sekarang.
gaya arsitektur surau ini termasuk unik dan spektakuler karena memadukan antara masjid yang bersal dari luar sumatera denganarsitektur khas sumatera. warna coklat tua dan atap dari seng semakin menambah kesan ketuaan pada surau ini. seluruh bagian masjid menunjukkan warna alami kayu konstruksi, kecuali pada dinding kayu dibawah atap runcing mahkota. terdapat dekorasi khas minang yang didominasi warna hitam, merah tua dan kuning.
hiasan khas minang








Dibagian depan Surau terdapat kolam yang berfungsi sebagai tampat wudhu, memelihara ikan dan menyejukkan lingkungan. kolam ini termasuk satu ciri khas yang ada di semua masjid sumatera barat.





konstruksi atap pada surau ini menggunakan seng dengan ketinggian dan kemiringan yang sangat tajam. konstruksi ini merupakan salah satu ciri khas dari bangunan rumah adat sumatera barat (adat minang). atap lapisan pertama dan kedua berbentuk paramid, atap ketiga berbentuk mahkota, menyilang ke empat arah dengan kemiringan yang sangat tajam. bentuk ujung tiap silangan atap meninggi dan semakin meruncing.

rumah adat minang



surau nagari lubuk bauk berbentuk bujursangkar yang terdiri dari 3 lantai, kolong,lantai 1 dan lantai 2



kolong tidak termasuk dalam jumlah lantai sebenarnya, hanya saja kolonh merupakan konsekuensi logis dari konstruksi bangunan tradisional di sumatera barat.
lantai satu dalam surau ini digunakan untuk sembahyang dan lantai dua untuk mengaji


Minggu, 20 Mei 2012

Rumah Adat Suku Sasak





Rumah tradisional Sasak dibangun dari anyaman bambu dan beberapa pilar bambu sebagai tiang penyangga rumah. Rumah Sasak memiliki atap berbentuk gunungan yang terlihat menukik ke bawah dan terbuat dari susunan alang-alang. Untuk lantai rumah, suku Sasak memanfaatkan tanah yang telah dicampur dengan batu bata, getah kayu pohon serta abu jerami. Seringkali masyarakat suku Sasak mengolesi lantai rumah dengan kotoran sapi atau kerbau yang telah dihaluskan dan dibakar. Bagi suku Sasak, campuran kotoran sapi atau kerbau diyakini dapat menjaga lantai agar tidak mudah lembab dan retak.




 Untuk masuk ke dalam rumah Sasak, anda dapat menapaki tiga buah anak tangga yang terletak tepat di depan pintu masuk rumah. Anak tangga itu terbuat dari campuran batu bata, semen, serta tanah. Dalam kehidupan suku Sasak, jumlah anak tangga itu menjadi simbol, di dalam rumah itu terdiri dari ayah, ibu, serta anak. Menapaki tiga buah anak tangga itu menjadi simbol, setiap manusia yang ada di dunia selalu menjalani tiga alur kehidupan, lahir, berkembang, serta meninggal dunia.

Sesampainya di anak tangga teratas, anda dapat menjumpai pintu masuk rumah dari bambu yang berbentuk pintu geser. Karena tinggi pintu masuk rumah lebih pendek jika dibandingkan ukuran tinggi badan manusia normal, anda disarankan untuk merunduk ketika masuk ke dalam rumah Sasak. Turun temurun, tinggi pintu masuk rumah adat Sasak tidaklah berubah. Tinggi pintu rumah itu-pun memiliki arti. Masyarakat Sasak meyakini, posisi merunduk ketika masuk ke dalam rumah menjadi simbol, rasa hormat tamu kepada sang pemilik rumah.
      
Di dalam rumah adat Sasak terdapat beberapa ruangan yakni ruang tamu, bale luar dan bale dalam. Bale luar dimanfaatkan sebagai tempat tidur bagi anggota keluarga. Sementara bale dalam menjadi tempat untuk menyimpan persediaan makanan dan harta benda keluarga. Ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, bale dalam dijadikan tempat untuk menyemayamkan jenasah sebelum dimakamkan. Tepat di samping tempat suku Sasak menyimpan persediaan makanan, terdapat dapur. Di dalam dapur inilah, anda dapat menjumpai tungku yang terbuat dari susunan batu bata. Suku Sasak memanfaatkan tungku itu untuk memasak dan ketika musim hujan tiba, tungku itu dijadikan perapian